Semakin majunya teknologi digital, media sosial menjadi sarana penyebaran hoaks, penipuan dan berbagai konten negatif lainnya. Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Alia Yofira, mengatakan masih banyak ditemukan konten berupa penipuan, ataupun berita hoaks lainnya di media sosial. Hal itu tak lepas dari modus pelaku yang memakai teknik ilmu pemasaran untuk mempengaruhi psikologi seseorang yang akan dijadikan korban. "Teknik pemasaran itu sekarang marak banget dibuat (pelaku) penipuan di media sosial," tutur Alia dalam diskusi online Obral Obrol liTerasi Digital (OOTD) siberkreasi Kominfo berjatuk 'Tips Aman dan Privat di Whatsapp', Kamis (16/6/2022).
Alia mencontohkan, para pelaku menyasar secara acak, seperti informasi testimoni pesugihan, berpura pura menjadi polisi dengan meminta uang untuk menolong keluarga korban kecelakaan, meminta penggandaan nomor atau (One Time Pasword/OTP) hingga memberikan informasi palsu terkait bantuan sosial dari pemerintah. "Nah bentuk bentuk ini yang sebenarnya harus diwaspadai karena menyasar aspek psikologi kita. Yang mana kita harus meningkatkan mawas diri kita," imbuhnya. WhatsApp (WA) membagikan tips aman agar para pengguna bisa terhindar dari risiko negatif tersebut dengan melakukan beberapa langkah.
Paling utama, para pengguna media sosial WhatsApp diminta untuk selalu memverifikasi informasi yang tidak diketahui sumbernya itu. Terlebih bagi para pengguna WhatsApp di Indonesia yang belakangan sudah mencapai angka hingga 2 miliar pengguna. Tentunya, hal ini menjadi sasaran empuk pelaku untuk melakukan modus penipuan dan informasi negatif lainnya.
"Maka kita harus melakukan double cek terhadap pesan informasi yang kita terima," jelas Alia. Manajer Kebijakan Publik WhatsApp di Indonesia Esther Samboh, menjelaskan dari keseluruhan jumlah pengguna WhatsApp, hampir 90 persen pesan yang dikirim merupakan pesan yang sifatnya pribadi atau personal. "Karena WhatsApp memang dari awal didirikan dengan layanan yang sederhana. Reability, Privasi dan simplisit ini jadi prinsip utama di WhatsApp," kata Esther.
Diakui Esther, masih banyak informasi negatif yang disebar antarseseorang melalui WhatsApp yang mengganggu penggunanya. Karena itu, ia memberikan sejumlah tips atau angkah agar pengguna dapat nyaman sekaligus menghindari informasi yang tidak jelas tersebut. Salah satunya enkripsi end to end. "Nah whatsapp itu sendiri berbeda dengan aplikasi perpesanan lainnya. Whatsapp itu sendiri menyiapkan enkripsi end to end. Artinya hanya kita dan orang yang kita kirimkan pesan itu yang bisa membaca, melihat atau mendengarkan audio, video atau dokumen. Enkripsi end to end ini bisa menjaga privasi dan menghindari supaya data kita tidak digunakan oleh pihak lain," ucapnya. Selain enkripsi end to end, lanjut dia, para pengguna juga dapat menggunakan fitur block atau laporkan apabila mendapati pesan dari nomor yang tidak jelas.
"Jadi jangan ragu atau khawatir. Karena itu bisa dilaporkan itu bukan hanya grup atau akun, tapi sekarang ketika kita hold atau ketuk pesannya yang lama, itu bisa muncul selain itu ada reaction juga langsung ada tanda segitiga atau tanda seru (laporkan/report)," paparnya. Content Creator Rian Fahardhi, mengaku sering terganggu dengan banyaknya informasi hoaks yang ia terima setiap harinya. "Nah berangkat dari situ, penting kita untuk memilih informasi. Kalau itu buruk muntahkan, kalau itu baik dan tentunya sudah dicek kebenarannya, baru sampaikan," ujar Rian.
Rian sendiri tak segan untuk memanfaatkan fitur 'blokir' yang ada di WhatsApp apabila ada seseoranng yang mengganggunya dengan menyebarkan informasi hoaks setiap hari. "Jujur jika ada yang mungkin berpotensi untuk meresahkan yaudah gapapa diblock. Kita menghindari yang namanya toxic. Dimana toxic ini bisa mengganggu pikiran kita, keseharian kita dalam beraktivitas," sebutnya.